Diskusi Online Seri 4 “Ancaman dan Manajemen Bencana Wilayah Selatan Jawa”

Pusat Studi Bencana LPPM UNS menyelenggarakan Diskusi Online Seri 4 “Ancaman dan Manajemen Bencana Wilayah Selatan Jawa” pada tanggal 10 Juli 2020. Kegiatan ini diikuti oleh 88 peserta dari berbagai instansi di Indonesia.

Dr. Djati Mardiatno, S.Si., M.Si menyampaikan materi tentang Manajemen Risiko Bencana Tsunami di Wilayah Selatan Jawa. Tsunami terbagi menjadi 3 zona, yaitu zona peralihan, zona pecah gelombang, dan zona genangan. Tsunami merupakan gelombang laut dengan periode Panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsif yang terjadi pada medium laut. Tsunami disebabkan oleh gempa tektonik, erupsi gunungapi, longsoran, dan meteor. Wilayah selatan Jawa tidak ada yang aman dari ancaman bencana tsunami. Tsunami dibagi menjadi 3 menurut waktu tempuhnya seperti, far field tsunami (waktu tempuh panjang), near field tsunami (waktu tempuh singkat), dan very near field tsunami (waktu tempuh sangat singkat). Waktu tempuh ini akan sangat menentukan terkait manajemen risiko bencana yang akan dilakukan. Manajemen risiko bencana tsunami memerlukan identifikasi dan karakterisasi meliputi pemetaan wilayah rawan tsunami, mengenali jenis tsunami dan perbedaan cara menghadapinya, menganalisis tipologi bahaya, kerentanan, dan kapasitas, sehingga dapat mengoptimalkan pengurangan risiko bencana tsunami. BNPB mencatat terdapat 584 desa di selatan Pulau Jawa yang masuk dalam kategori wilayah kelas rawan sedang dan tinggi tsunami. Program pemerintah saat ini yang mengembangkan pusat-suat pertumbuhan kawasan seperti Pelabuhan Ratu, Pangandaran, Cilacap, Bandara YIA, Pacitan, dan banyuwangi mengakibatkan risiko semakin tinggi. Terdapat tujuh prinsip mitigasi bencana tsunami, yaitu mengetahui risiko tsunami, tingkat bahaya, kerentanan, dan ketahanannya; menghindari pembangunan baru di daerah run-up tsunami; menata pembangunan baru di daerah run-up tsunami; merancang dan membuat bangunan baru untuk meminimalkan kerusakan akibat tsunami; melindungi aset-aset yang sudah dibangun dari kerusakan akibat tsunami; berhati-hati dalam menempatkan dan merancang infrastruktur dan fasilitas penting; dan merancang evakuasi. Strategi evakuasi tsunami menurut waktu tempuh far field tsunami adalah dengan melakukan evakuasi bertahap. Strategi evakuasi tsunami menurut waktu tempuh near field tsunami adalah dengan melakukan evakuasi cepat (quick response). Alternatif strategi evakuasi tsunami menurut waktu tempuh very near field tsunami dilakukan dengan mempertimbangkan waktu yang tersedia dan kapasitas shelter. Basis data untuk pemetaan evakuasi meliputi peta jaringan jalan, lokasi shelter, citra satelit yang mendukung, peta bahaya, peta dasar, titik-titik yang harus dihindari saat evakuasi, dan jumlah penduduk. Pentingnya mapping unit untuk mengetahui jumlah penduduk yang perlu dievakuasi berdasarkan persebarannya. Permasalahan yang dihadapi saat proses evakuasi adalah evakuasi menggunakan kendaraan dan hilangnya plang peringatan tsunami. Catatan untuk manajemen risiko tsunami adalah sistem teknis (peringatan dini) sudah berjalan dengan baik tetapi respon masih bervariasi, simulasi belum dilakukan secara rutin, infrastruktur pendukung evakuasi belum semua tersedia, dan kesiapan tataruang di kawasan rawan tsunami.

Dr. Pipit Wijayanti, S.Si., M.Sc menyampaikan Karateristik dan Ancaman Bencana Kawasan Karst di Wilayah Selatan Jawa. Karst berasal dari kata kras (Bahasa Jerman) yang berarti gersang dan berbatu yang terbentuk dari proses pelarutan sehingga menjadi media penyerap karbon. Kawasan karst menyimpan air sebanyak 25%. Karst tersebar ± 12% dari luas wilayah di dunia. Karst di Indonesia tersebar sebanyak 22% dari luas total dan terbentuk pada masa tersier. Sebaran karst di Pulau Jawa yang terbesar adalah di pegunungan sewu. Pegunungan sewu terdistribusi di tiga provinsi, yaitu DIY, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dengan dominasi wilayah di Gunung Kidul, Wonogiri, dan Pacitan sepanjang ± 87 km. Penggunaan lahan di kawasan karst meliputi tegalan, sawah irigasi dan tadah hujan, dan permukiman. Pada tanggal 19 September 2015, Karst pegunungan sewu ditetapkan sebagai Gunungsewu Global Geopark Indonesia. Dengan ditetapkannya menjadi Gunungsewu Global Geopark Indonesia juga berdampak pada perkembangan wisata yang pesat baik wisata pantai maupun wisata goa. Terdapat 3 klasifikasi karst pegunungan sewu, yaitu tipe poligonal dengan karakteristik perbukitan yang rapat; tipe labirin yang dikontrol oleh kekar dan sesar; tipe residual berupa bukit-bukit yang sudah terpisah dari daerah planasi. Berdasarkan hidrologi, sumber air permukaan wilayah karst tidak begitu berkembang. Terdapat 237 telaga yang tidak selalu ada airnya, selain itu ada 179 mataair di karst pegunungan sewu, dan sungai air bawah tanah. Sumber air ini dimanfaatkan masyarakat saat musim kemarau untuk kebutuhan air sehari-hari. Ancaman bencana di wilayah karst adalah kekeringan, banjir, dan collapse/ sinkhole. Kejadian bencana kekeringan pada tahun 2019 berdampak pada ± 1300 penduduk dan 400 Ha lahan gagal panen. Upaya mitigasi bencana kekeringan di wilayah karst adalah dengan pemanenan air hujan dan penentuan tanaman yang lebih adaptif. Upaya mitigasi untuk bencana banjir di wilayah karst adalah dengan menganalisis karakteristik DTA, pemantauan, dan EWS (Early Warning System). Upaya mitigasi untuk sinkhole di wilayah karst adalah pemetaan sebaran. pemetaan kerentanan, dan EWS (Early Warning System). Upaya mitigasi perlu dilakukan oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan masyarakat melalui peningkatan kapasitas dan kearifan lokal.

Hubungi Kami

Pusat Penelitian dan Penanggulangan Bencana 
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Sebelas Maret

No. Tlp:
+62 895-0617-7523

Email:
p3b.lppm@unit.uns.ac.id

Alamat:
Jl. Ir. Sutami No.36A, Jebres, Kec. Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57126

© 2023 Created with Royal Elementor Addons