

Pada Jumat, 29 September 2023, Pusat Studi Bencana telah mengambil bagian dalam kegiatan diskusi Sustainable Development Goals Seminar Series ke-93 dengan tema “Literasi dan Kesiapsiagaan Bencana bagi Difabel.” Dalam acara ini, Prof. Dr. Chatarina Muryani, M.Si, yang menjabat sebagai Ketua Pusat Studi Bencana di LPPM Universitas Sebelas Maret sekaligus narasumber, memberikan pandangan yang penting.
Sebagaimana diketahui bahwa angka kematian dan cedera akibat bencana cenderung lebih tinggi di kalangan penyandang disabilitas, terutama anak-anak. Kondisi ini menggarisbawahi urgensi perlunya kebijakan dan program yang lebih baik dalam penanggulangan bencana bagi penyandang disabilitas, karena keterlibatan penyandang disabilitas dalam program pengurangan risiko bencana adalah hak asasi manusia yang harus dijamin. Lebih lanjut, Prof. Chatarina Muryani menjelaskan bahwa kebijakan dan program ini telah secara eksplisit tertulis dalam Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015-2030 dan Incheon Strategy 2013-2022. Dengan demikian, ada dasar hukum yang kuat untuk memastikan bahwa upaya penanggulangan bencana juga memperhitungkan kebutuhan dan perlindungan penyandang disabilitas.
Komunikasi intensif dan pendidikan pengurangan risiko bencana telah menjadi strategi yang sangat efektif dalam menghadapi potensi bencana. Dalam upaya untuk mengurangi risiko bencana, pemberian informasi mengenai kebencanaan memainkan peran penting. Informasi ini tidak hanya disampaikan kepada masyarakat, tetapi juga dipahami sebagai alat pembelajaran yang memungkinkan pengembangan strategi dan metode yang lebih baik dalam menyampaikan informasi kebencanaan.
Selanjutnya, pendidikan pengurangan risiko bencana merupakan langkah lebih lanjut dalam memperkuat kesiapsiagaan masyarakat. Pendidikan ini tidak hanya terbatas pada lingkup sekolah formal, tetapi juga memasukkan unsur pembelajaran interaktif dengan masyarakat luas. Hal ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan agar individu dan komunitas dapat merespons bencana dengan lebih baik. Penting untuk dicatat bahwa konsep pendidikan pengurangan risiko bencana telah diakui secara hukum melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 33 Tahun 2019 yang mengatur Penyelenggaraan Program Satuan Pendidikan Aman Bencana, serta melalui Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No 4 Tahun 2012 yang mengatur Pedoman Penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana. Ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memastikan bahwa pendidikan pengurangan risiko bencana menjadi bagian integral dari sistem pendidikan dan pemberian informasi kebencanaan di Indonesia.
Dalam upaya untuk menciptakan masyarakat yang lebih siap menghadapi bencana, sebuah skenario ideal dalam pendidikan bencana menonjolkan peran penting yang dimainkan oleh keterlibatan masyarakat dan keluarga. Ini bukan hanya tentang pemberian informasi, tetapi juga tentang transmisi pengetahuan dan pengalaman dari generasi senior kepada generasi muda. Salah satu aspek kunci dari skenario ini adalah pengakuan akan nilai historis dalam pengalaman bencana suatu wilayah. Kejadian bencana masa lalu menjadi sumber pengetahuan yang berharga. Dalam situasi darurat, pemahaman tentang cara menghadapi dan bertindak berdasarkan pengalaman yang telah tercatat dapat membantu menyelamatkan nyawa dan harta benda.
Diskusi ini membawa pemahaman yang lebih dalam tentang pentingnya literasi dan kesiapsiagaan bencana bagi difabel serta menekankan komitmen untuk mengintegrasikan perlindungan terhadap penyandang disabilitas dalam upaya mitigasi bencana yang lebih luas.