Pusat Studi Bencana LPPM UNS menyelenggarakan Diskusi Online Seri 7 “Banjir Banjarmasin VS Banjir Pekalongan” pada tanggal 27 Maret 2021. Kegiatan ini sekaligus mengawali kegiatan daring PSB di tahun 2021. Diskusi Online Seri 7 diikuti oleh 257 peserta. Prof. Dr. Eng. Syamsul Hadi, S.T., M.T selaku Sekretaris LPPM UNS mendukung optimal kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dari Pusat Studi Bencana sehingga menjadi kontribusi KPI ke LPPM. Diharapkan melalui kegiatan-kegiatan ilmiah ini dapat memberikan peran yang nyata bagi penanggulangan bencana di Indonesia.
Dr. Sidharta Adyatma, M.Si menyampaikan kejadian bencana banjir besar di Banjarmasin dipengaruhi oleh fenomena La Nina. Terdapat aplikasi Ventusky untuk mengetahui bigdata faktor penyebab banjir seperti suhu, tekanan udara, angin, awan, curah hujan, dan lainnya. Pada tanggal 7 Januari 2021, suhu di Kalimantan cenderung tinggi karena banyak aktivitas pertanian dan perkebunan yang membakar lahan. Suhu mempengaruhi tekanan, kemudian perbedaan tekanan akan menimbulkan angin. Pola angin akan bergerak dari belahan bumi selatan dibelokkan ke timur lalu ke Australia. Kalimantan sebagai pusat tekanan rendah, sehingga angin yang seharusnya bergerak ke samudera hindia dibelokkan menuju ke Banjarmasin. Hal ini yang menyebabkan curah hujan ekstrim di Banjarmasin. Selain itu, alih fungsi lahan terjadi sangat pesat. Penggunaan lahan yang sebelumnya perkebunan karet menjadi perkebunan sawit. Luasan hutan sekunder, sawah, dan semak belukar semakin menurun masing-masing sebesar 13 Ha, 116 Ha, 146 Ha, 47 Ha. Sebaliknya perluasaan area perkebunan cukup signifikan sebesar 219 ribu hektar. Perubahan tutupan lahan mempengaruhi terjadinya banjir di DAS Barito. Selain itu areal hutan juga berubah menjadi area tambang. Terhitung pada tahun 2015-2020, pemerintah memberikan ijin tambang sebesar 11.334 Ha. Sub DAS Sungai mempunyai Nilai Drainase Density > 0,365 sehingga tingkat bahaya banjir sedang – sangat tinggi. Banjir dan genangan dapat terjadi berhari-hari bahkan berminggu-minggu karena air tidak dapat mengalir diakibatkan drainase yang jelek.
Dr. Pipit Wijayanti, S.Si., M.Si menyampaikan materi terkait banjir dan rob di Kabupaten Pekalongan. Karakteristik di Kabupaten Pekalongan bagian selatan adalah pegunungan dan pesisir di bagian utara. Kabupaten Pekalongan terdapat 2 DAS yang mengalir dari hulu hingga hilir. Terjadi degradari permukiman, lahan pertanian, lingkungan, sumberdaya air oleh adanya bencana banjir dan rob. Tanggul Rob dibangun pada tahun 2018 sepanjang 7,2 Km. Pembangunan tanggul dirancang untuk 10 tahun kedepan tetapi pada kenyataannya pada awal tahun 2021 volume debit sudah maksimal. Pekalongan bukan merupakan kota metropolis tetapi angka subsiden cukup besar 3 – 4,8 cm. Faktor yang bekerja adalah sedimen fluvial dan sedimen pantai. Sedimen fluvial dipengaruhi oleh hujan, debit, luas DAS, dan material. Sedimen pantai dipengaruhi oleh arus pantai, gelombang pantai, pasang surut, mekanisme pengendapan di wilayah pantai, dan kenaikan tinggi muka air laut. Dua proses tersebut mempengaruhi karakteristik banjir di Kabupaten Pekalongan. Selain itu adanya faktor subsiden yang mencapai 4,8 cm/tahun. Subsiden, permukaan lahan, dan material endapan akan memperbesar pengaruh kejadian bencana banjir dan rob.